Keranjingan Game

Keranjingan Game [Dikutip dari blog ust. Imam M]

Ibu Ning Khoir (http://www.facebook.com/#!/profile.php?id=100000259288023) menuliskan pertanyaan di catatanku Saat Di Rumah Tiada TV (http://www.facebook.com/#!/notes/imam-mawardi/saat-di-rumah-tak-ada-tv/10150429023695820), "Caranya biar anak tdk keranjingan dg game itu, gmn ust?" Saya tidak memahami secara detail game yang saat ini berkembang dan dikembangkan itu seperti apa dan arahnya untuk apa. Yang saya pahami secara umum bahwa permainan atau game ada yang memberi manfaat dan ada yang memberi mudlorot. Game yang memberi manfaat dan maslahat biasanya game yang menggerakan fisik. Semacam permainan tradisional atau saat ini biasanya dikemas dalam bentuk outbond atau kegiatan alam. Jika ada game yang dimainkan melalui media elektronika dapat memberi manfaat jika isinya pembentukkan karakter kejujuran anak, dan educatif. Inipun harus ada batas-batasnya. Jika sudah keranjingan tentu sangat berbahaya. Nah game yang merusak anak adalah game yang isinya hanya sekedar permainan tiada unsur edukatifnya dan bahkan game yang mengandung judi atau kekerasan dan atau kebobrokkan moral.



Mengapa kita mewaspadai dampak negatif game? Paling tidak adalah:

1. Anak-anak terbiasa melalaikan tugas pokoknya, seperti sholat dan nagjinya

2. Mereka terhipnotis oleh game sehingga waktunya habis untuknya

3. Kelelahan fisik dan psikis

4. Jauhnya hubungan dan komunikasi dengan orang tuanya karena tergantikan oleh game

5. Lepaskan diri dari temen sebaya. Bahkan lepaskan diri dari dunia nyata masuk ke dunia maya

6. Berpikir tidak realitis



Bagaimana cara mengatasi jika anak kita sudah keranjingan game? Pertama orang tua harus memahami seluk-beluk game. Orang tua harus mengikuti game yang digemari anak. Paling tidak orang tua tahu dan nyambung. Ini untuk bekal diskusi dengan anak kita.



Kedua setiap berkomunikasi dengan anak yang sudah keranjingan game, diskusi diarahkan ke materi game saja. Orang tua memposisikan diri menerima keadaan anak dengan hoby game tersebut. Terimalah game tersebut untuk membuka komunikasi sehingga tidak ada penolakan dari anak. Penolakan sejak awal sulit menyelesaikan masalah.



Ketiga setelah bisa jalin komunikasi dan mendiskusikan game, maka ornag tua bertanya apa tujuan akhir main game ini. Bagaimana disebut pemenangnya. Kalau menang dapat apa? Berapa waktu untuk memenangkannya. Bagaimana membagai waktu belajar dan lainnya. Jika anak sudah bisa diajak berdiskusi tersebut maka akan mendapatkan kepastian karakter anak kita sudah masuk pada level apa. Level kecanduan? Level coba-coba? Atau level programer game? Masing-masing dapat diperlakukan berbeda.

Keempat, jika anak keranjingan game itu dimaknai kecanduan game yang tidak tahu arahnya dan tidak mampu mengambil manfaat sama sekali dari game, bahkan hanya mudlorotnya yang didapatkannya maka menurutku sebaiknya:

1. Matikan saja semua saluran game. Terapi kasar, keras tetapi manfaat untuk melihat reaksi sang anak. Seberapa besar reaksinya. Seberapa bahaya reaksi penolakkannya. Kita bisa membuat tindakkan atas reaksi.

2. Gantilah saluran game dan media yang terkait game dengan segala media, saluran educatif.

3. Buatlah kegiatan, acara-acara di rumah kita yang melibatkan temen sebayanya dan temen sekolahnya. Dengan acara ini anak kita tidak lagi menghabiskan waktu untuk game.

4. Ikutkan kegiatan fisik yang edukatif semisal bela diri, olah vokal dan sejenisnya

5. Datangkan guru yang mengajarkan program-program aplikasi sehingga kecanduan game diganti dengan menjalankan program-program komputer yang educatif. Sehingga anak belajar untuk menjadi programer.

6. Jangan belanja game dan memberi duit untuk game dan atau fasilitas lainnya.


Kelima, selalu damping segala aktifitas anak terkait dengan game. Mudah-mudahan tulisan singkat ini bermanfaat untuk diriku sendiri dan para sahabat yang mengambil manfaat dari tulisan ini. Saya mohon maaf pada Ibu Ning karena baru bisa balas atas pertanyaannya. Jika kurang berkenan, saya juga mohon maaf. Nah para sahabat yang memahami game daya mohon bisa membantu menjawab pertanyaan Ibu Ning Khoir tersebut.

Share this

Related Posts

Previous
Next Post »