Selesai mengajar sekitar jam sepuluh hp saya beredering.
“Halo Pak, Assalamu’alaikum, ”, suara di seberang.
“Wa’alaikum salam”, sahutku.
“Maaf Pak mengganggu, ada waktu Pak? Saya Pak Harja, kawan Bapak sewaktu ambil kursus Inggris dulu di Pare. Kalau bapak ada waktu, bolehkah saya mampir ke tempat kerja Bapak. Ada sesuatu yang ingin saya omongkan. Kebetulan saya sedang di Surabaya.”
“Boleh Pak silakan, jam satuan ya pak, selepas makan siang saja. Saya free jam segitu.”, sahutku sambil mengingat-ingat kawan kursus Inggris di Pare, yang mana ya yang namanya Harja.
Oh ya aku baru ingat sewaktu ambil kursus Inggris di Pare ada tiga orang yang sudah berumur, maksudnya sudah punya keluarga. Saya, kemudian Harja berumur sekitar 45 an tahun dan satu lagi seorang kakek-kakek, namanya Kyai Yayat. Kami bertiga termasuk orang tua, diantara peserta kursus yang lain. Kebanyakan dari peserta adalah lulusan universitas yang belum mendapatkan pekerjaan, kemudian mencoba kursus untuk meningkatkan kemampuan dan daya saing. Ada lagi sejumlah mahasiswa memanfaatkan libur sekolah. Asa yang dating dari Sulawesi, Aceh, Kalimantan, maupun NTB. Saya awalnya agak heran bagaimana, darisebuah kampong kecil di kota Pare Kediri tersebut, bisa di datangi sejumlah siswa dari berbagai wilayah termasuk luar jawa.
Tetapi setelah masuk barulah saya paham, Desa Tulungrejo Pare itu telah terkenal dari mulut ke mulut dengan istilah kampung Inggrisnya. Dalam satu hari tersedia ratusan kelas yang dibuka, mulai pronounciation, speaking, listening, writing, TOEFL, dsb. Kelas-kelas tersedia di berbagai rumah di kampung tersebut. Ada di tepi jalan, di bawah pohon bambu, di pinggir sungai, bahkan di dekat kandang lembu. Kelas-kelas tersedia secara secara tersendiri dan ada pula yang tergabung dengan asrama, fasilitas penginapan buat mereka yang berasal dari luar kota.
Dalam sehari kita boleh mengikuti kursus beberapa kelas. Kelas di sediakan dari jam 05.30 pagi sampai jam 10 malam. Terserah ikut berapa yang penting otaknya kuat. Tentang harga tidak usah pakai nego, satu program rata-rata sehari diajarkan dua kali, yaitu teori dan praktek, enam hariberturut-turut, hanya hari Minggu saja libur. Satu program harganya sekitar 50.000 dan paling mahal 500.000 untuk kelas privat belajar sendiri. Satu level program biasanya dihabiskan dalam masa satu bulan. Banyak kenangan dan kelucuan ketika kami belajar di sana. Semua mencoba mengucapkan kata-kata dalam bahaasa Inggris namun dialog lokal kami tak bisa disembunyikan. Termasuk dengan Pak Harja tadi karena berasal dari Jawa Barat, logat Sundanya tidak bisa disembunyikan. “My name is Harja, I came From Bandung,” ucapnya pada saat perkenalan di kelas. Tentu dengan suara Sundanya.
Jam Satu siang lebih 10 menit, betul Pak Harja datang ke kantor. Kemudian masuk ke ruang saya.
“Bagaimana Pak kabarnya ?” ucapku menyambutnya.
“Baik Pak. Ini pak kami sedang ada acara di Surabaya, saya sempatkan silaturahmi ke, sambil ada yang ingin saya tanyakan. Pesantren kami ada sekolah setingkat SD Pak, sebutlah SD Islam Full Day, di dalamnya ada fasilitas internet. Murid-murid biasa juga pakai. Kalau di sekolah sih okey saja karena ada pengawasan dari pihak sekolah, namun akhir-akhir ini ada beberapa orang tua yang complain, apakah cocok masih SD diajarkan Internet. Apalagi di Koran-koran sering diberitakan, ada anak di bawa kari, teman chatting, ada lagi penipuan dari mana itu Pak, oh ya dari Nigeria… Mereka khawatir justru efek negatifnya lebih banyak daripada manfaatnya. Mereka mohon untuk dipertimbangkan kembali, ataupun kalau ada mereka bisa dilibatkan bagaimana caranya mereka bisa memperhatikan pula anak-anaknya di dunia maya.”, kata Pak Harja memulai pembicaraannya.
“Internet sebenarnya sama dengan mobil, truk, atau sepeda motor Pak. Hanya alat atau sarana. Di tangan orang yang tidak tepat truk bisa menabrak orang yang menyebabkan kematian, mobil bisa di bawa ke tempat prostitusi, dan motor bisa untuk kebut-kebutan. Namun di tangan orang yang tepat, sesuai dengan SIM nya atau ijin mengemudinya, Truk bisa buat bisnis, mobil bisa mengantar orang lain, dan sepeda motor bisa digunakan untuk bersekolah. Namun seringkali yang terjadi berita internet selalu di dominasi dengan, berita tentang pornografi, penculikan atau penipuan. ”, kucoba menjelaskan sesuai dengan yang kupahami.
“Maaf Pak, tadi Bapak menjelaskan tentang internet seperti kendaraan. Jika orangnya tepat mempunyai SIM sesuai, akan menguntungkan. Apakah di Internet ada semacam itu pak, maksud saya batasan hak-hak usia?”, sambungnya kemudian.
“Sebenarnya ada Pak untuk content atau informasi yang tidak cocok untuk umum biasanya ada batasan umur dan persetujuan. Misalkan apakah anda berumur lebih dari 18 tahun? Namun karena kita biasanya main klik saja, seringkali peringatan itu kita abaikan. Dan kita klik saja tanpa membaca petunjuknya. Selain itu biasanya beberapa content/ informasi membutuhkan registrasi keanggotaan untuk mengecek penerima informasi sesuai dengan usianya. Memang karena ini dunia maya, bisa saja datanya ditipu karena tidak kelihatan secara fisik. Barangkali yang lebih tepat ketika internet diajarkan di sekolah, bukan hanya caranya yang diajarkan, akan tetapi juga contoh-contoh dan penjelasan site-site yang bermanfaat dan yang tidak. Kemudian ditekankan kenapa kita harus memilih site yang bermanfaat. Semacam latihan mobil lah Pak, disampaikan pula rambu-rambu dan etika supaya tidak menabrak orang lain atau menjaga keselamatan diri kita sendiri.”, sambung saya menjelaskan panjang lebar.
“Terus mengenai pelibatan orang tua bagaimana Pak sebaiknya?”
“Orang tua sebaiknya mengetahui dulu tentang karakteristik teknologi itu, mungkin pada saat pertemuan kelas bisa disampaikan. Lebih bagus lagi kalau diberikan dalam bentuk pengetahuan dan praktek Digital Parenting, mendidik anak pada era digital semacam ini. Dengan memberikan wawasan ini berharap orang tua, bisa mendampingi, member perngertian, dan memberi contoh apa yang boleh dibuka dan apa informasi yang sepatutnya dihindari. Bukankah tidak semua yang boleh belum tentu cocok atau patut dilakukan. Sebagai contoh sebenarnya anak laki-laki memakai anting-anting juga boleh tiada undang-undang yang melarang, namun biasanya orang tua dari kecil kan sudah menjelaskan, bahkan ketika anak mulai berbicara. Jadi kontrol dan kedekatan dengan orang tua menjadi kunci memetik manfaat dari teknologi ini. ”
“Kalau mengenai tadi pak,….. pengawasan. Kan tidak semua orang tua mempunyai waktu full bersama anak. Sudah diterangkan pun kadang-kadang masih penasaran. Anak-anak rasa penasarannya tinggi. Apakah ada software yang bisa melaporkan kepada orang tua, ataupun membatasi anak-anak untuk tidak membuka informasi yang tidak bermanfaat.”
“Ada pak, sebentar ya coba saya carikan, ….di search engine. Saya alamatnya lupa tapi keywordnya ingat. ”, kata saya sambil mengetikkan Norton Family online di kotak search engine. Dan seketika ada beberapa link yang muncul termasuk dengan tutorialnya.
“Ini pak dengan melakukan register kemudian menginstall beberapa bagian, nanti aplikasi ini akan memberikan filter, panduan, bahkan pelaporan ke orang tua jika ada aktivitas anaknya di dalam berinternet dirasakan mengganggu. Kita bisa setting jam berapa saja anak bisa online, kriteria situs yang boleh dibuka, kemudian juga history/ riwayat aktivitas situs apa saja yang tela dibuka si anak. Namun ini semua hanya tools atau alat pak. Bukankah lebih penting menyiapkan sopir yang bertanggung jawab daripada menyiapkan polisi sebanyak-banyaknya untuk menertibkan dan mengamankan jalan. Apalagi kalau polisinya seperti polisi “Gayus” seperti sekarang ini mana yang polisi mana yang komplotan mafia tidak jelas. Justru yang paling penting menyiapkan pengawasan internal pak, yaitu moral itu sendiri seperti yang ada pada misi sekolah Bapak.”
“Terima kasih Pak penjelasan Bapak saya rasa cukup . Saya jadi paham apa yang harus saya lakukan. Oh ya apakah Bapak bisa sharing pengalaman ini , mungkin beberapa waktu lagi kami mau adakan seminar Digital Parenting. Kalau bapak tidak keberatan, saya mohon bapak bersedia mengisinya.”
“Insya Allah Pak, jauh-jauh hari mohon diinformasikan, supaya waktunya pas dan tidak berbenturan dengan yang lain.”, sahutku.
“Baik Pak nanti kami informasikan. Terima kasih atas kesempatannya. Saya mohon permisi dulu. Assalamu’alaikum”.
“Wa’alaikum salam Pak, sama-sama saya juga terima kasih telah dikunjungi.” , jawabku sambil membukakan pintu keluar. Menutup pembicaraan kami siang itu.